Mewaspadai Inflasi Amerika Serikat

inflasi amerika serikat

Jakarta – Inflasi di Amerika Serikat (AS) pada Juni 2022 sebesar 9,1% mencapai rekor tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Terganggunya pasokan energi dan pangan dunia akibat invasi Rusia ke Ukraina, lockdown di Tiongkok ditambah dengan dampak ekonomi Covid-19 menjadi penyebab tingginya inflasi di negeri Paman Sam.

Tingginya konsumsi energi Amerika menjadi salah satu komponen penyumbang rekor tertinggi inflasi Amerika Serikat dalam 41 tahun terakhir yang meleset dari prediksi sebelumnya. Statistical Review of World Energy 2021 mencatat tingkat konsumsi energi Amerika pada 2020 sebesar 87,79 esksajoule, berada di urutan kedua konsumsi energi terbesar dunia di bawah Tiongkok sebesar 145,46 eksajoule.

Besarnya kebutuhan energi Amerika yang tidak dibarengi dengan pasokan yang cukup mengakibatkan terjadinya kenaikan harga yang cukup signifikan. Seperti yang diungkapkan Keynes bahwa inflasi sebagai peristiwa yang terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya yang mengakibatkan terjadinya inflationary gap.

Proses terjadinya dimulai ketika permintaan efektif suatu masyarakat yang ingin hidup di luar batas melebihi jumlah barang yang tersedia akibatnya terjadi kenaikan harga. Sebagai akibat dari kenaikan harga ini, masyarakat akan berlomba-lomba memperoleh uang supaya bisa melakukan pembelian. Sialnya, tidak semua masyarakat bisa memperoleh uang.

Baca Juga: Kominfo Buka Sementara Blokir Paypal 5 Hari: Silakan Migrasi, Pindahkan Uang

Masyarakat yang berhasil memperoleh uang akan membeli dalam jumlah lebih banyak, sedangkan masyarakat yang tidak berhasil memperoleh uang akan membeli dalam jumlah yang lebih sedikit. Karena alasan inilah mengapa inflasi yang tinggi akan diikuti dengan penambahan jumlah masyarakat miskin pada suatu negara.

Ketidakmerataan pendapatan masyarakat pada suatu negara yang diakibatkan karena pemilikan sumber daya yang tidak merata mengakibatkan ketimpangan ekonomi yang semakin besar. Gejolak inflasi akan sangat terasa dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis seperti Amerika Serikat, di mana intervensi pemerintah terhadap kegiatan ekonomi masyarakat minimal.

Semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat, efek inflasi akan menjadi semakin besar bagi perekonomian masyarakat suatu negara. Inilah alasannya, mengapa tingkat konsumsi energi Tiongkok yang justru menempati posisi pertama, tetapi tingkat inflasinya lebih rendah daripada Amerika Serikat–sistem ekonomi yang digunakan oleh suatu negara mempengaruhi stabilitas ekonomi.

Menurut Keynes, inflasi akan berhenti jika permintaan efektif menjadi lebih kecil atau sama dengan jumlah barang yang tersedia. Artinya untuk mengatasi inflasi, dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah permintaan efektif masyarakat atau dengan menambah jumlah barang yang dibutuhkan sehingga kenaikan harga dapat dikendalikan.

Strategi pemerintah Amerika Serikat untuk menggunakan cadangan energi dalam rangka mengendalikan inflasi dilakukan dalam upaya untuk mengendalikan harga energi yang menjadi komponen penyumbang inflasi yang cukup signifikan di Amerika. Ditambah dengan intervensi The Fed terhadap suku bunga acuan diharapkan dapat mengendalikan inflasi di Amerika.

Energi dan pangan merupakan sumber daya yang terbatas seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Robert Malthus pernah mengatakan bahwa pertambahan penduduk mengikuti deret ukur, sementara ketersediaan makanan mengikuti deret hitung. Artinya pada suatu titik masyarakat akan dihadapkan pada kekurangan pasokan pangan.

Tingkat inflasi di Indonesia memang sampai saat ini belum separah Amerika, tetapi situasi di Amerika perlu tetap diwaspadai. Imbas The Fed menaikkan suku bunga acuan langsung membuat nilai rupiah terdepresiasi. Jika kondisi ini dibiarkan terjadi secara terus-menerus, maka akan meningkatkan beban pembayaran utang luar negeri begitu pula aktivitas ekspor-impor Indonesia akan banyak terdampak.

Dalam situasi perekonomian global yang tidak menentu seperti saat ini, masing-masing negara akan berusaha untuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Meskipun tingkat inflasi di Indonesia sampai saat ini masih terkendali, bukan berarti tidak bisa menjadi separah Amerika; pemerintah perlu membuang jauh-jauh sikap over confidence supaya tidak menjadi bumerang di kemudian hari.

Perlu diingat kondisi perekonomian global saat ini belum membaik bahkan mungkin bisa dikatakan malah bisa bertambah parah. Hantaman yang bertubi-tubi terhadap perekonomian dunia membuat Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospect memangkas target pertumbuhan ekonomi dunia pada 2022 dari yang semula 4,1% menjadi hanya 2,9% saja.

Krisis energi dan pangan berpotensi menjadi sumber penyumbang terbesar inflasi seperti yang terjadi di Amerika perlu segera diwaspadai oleh pemerintah supaya kita tidak kebobolan. Keterbatasan terhadap dua sumber daya tersebut harus diperhatikan; bukan hanya memastikan ketersediaan pasokannya, tetapi juga memperhatikan permintaan efektif masyarakat terhadap dua komoditas tadi. Tujuannya untuk menjaga psikologi masyarakat terhadap ekspektasi kenaikan harga.

Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga perlu dijaga mengingat hal ini berperan penting dalam mengendalikan inflasi. Masyarakat yang sudah mengharapkan kenaikan harga sampai ketika masyarakat sudah tidak lagi percaya kepada uang yang dimilikinya sehingga lebih memilih menimbun barang dibandingkan uang menunjukkan gejala inflasi yang sudah cukup parah.

sumber: detik.com